Pos Pam (pos pengamanan) PT Timah (persero)Tbk di Desa Sidoharjo, Kecamatan Air Gegas (Batu Betumpang), Kabupaten Bangka Selatan, di bakar warga. Dikarenakan adanya kekecewaan beberapa anggota masyarakat Desa Nyelanding terhadap upaya penertiban kolektor timah.
Padahal 3 hari sebelum kejadian, tepatnya, hari Rabu (6/10) lalu, pihak Pengamanan Perseroan bersama dengan pihak Wasprod Bangka Selatan baru saja melakukan sosialisasi pengamanan bijih timah dengan masyarakat setempat”, kata Kamumas PT Timah (Persero) Tbk, Wirtsa Firdaus.
Kondisi lokasi kejadian, saat dilakukannya sosialisasi tersebut sangat kondusif. Bahkan “pada hari Kamis (7/10), Kepala Pengamanan Perseroan pun, baru saja mengunjungi lokasi, dan tidak terjadi apa-apa,” imbuh Wirtsa.
Pos Pam memang ditempatkan di daerah yang menjadi salah satu daerah pertambangan PT Timah (Persero) Tbk tersebut. Hal itu dimaksudkan untuk mengawasi aktivitas penambangan yang rutin dilakukan.
Saat kejadian. Pada hari Jum’at (8/10), sekitar pukul 15.00 ada kurang lebih 26 orang tenaga pengamanan yang berada di Pos Pam, termasuk Wastam, Asisten Wastam dan Pemeriksa TSK. Saat itu memang ada penambahan jumlah personil pengamanan karena ada indikasi bijih timah yang berasal dari Wilayah Usaha Pertambangan PT TImah (Persero) Tbk, dijual oleh penambang kepada kolektor yang tidak melepaskan/menyerahkan/ menjual kembali bijih timah tersebut kepada PT Timah (Persero) Tbk.
Untuk sementara “Perseroan mengambil langkah status quo sampai situasi benar-benar dinyatakan kondusif oleh pihak berwajib. Kegiatan pengawasan di lokasi tersebut juga dihentikan sementara waktu. Perseroan juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” tegas Wirtsa.
Kepada Greenmining, Kamumas PT Timah (Persero) Tbk pun mengungkapkan permohonan maafnya kepada masyarakat. Karena PT Timah (Persero) Tbk, tidak bisa membeli timah warga seperti harga yang ditawarkan oleh para kolektor. Hal itu terjadi karena ada banyak variable yang harus diperhitungkan untuk menentukan harga beli timah oleh PT Timah (Persero) Tbk. Misalnya saja, iuran IUP (ijin usaha pertambangan,) royalty, dana jaminan reklamasi dsb.
Sementara para kolektor tidak menanggung semua biaya tersebut. Sehingga wajar jika kolektor bisa menawarkan harga yang lebih tinggi ketimbang harga yang ditawarkan oleh PT Timah (Persero) Tbk. Lalu jika semua warga hanya menjual timah dari sisi harga yang ditawarkan saja. Bagaimana nasib lingkungan Bangka Belitung paska penambangan? Siapakah yang harus bertanggung jawab?
“Kedepan kami berharap dapat bersinergi dengan masyarakat penambang untuk menjaga aset negara ini agar dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat khususnya masyarakat Bangka Belitung” jelas Wirtsa.
sumber : Greenmining