Pemerintah Indonesia-Finlandia menandatangani kerjasama bilateral dalam rangka mempromosikan energi baru terbarukan, efisiensi energi, dan investasi teknologi bersih di Indonesia.
Perjanjian ditandatangani oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), Luluk Sumiarso dengan Duta Besar Finlandia Kai Sauer.
Program kerjasama ini disebut Energy and Environment Partnership (EEP) yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi dampak perubahan iklim dengan menyediakan energi yang modern, dapat diakses, dan dapat diandalkan di daerah pedesaan serta dalam penggunaannya di sektor industri.
Dirjen EBTKE, Luluk Sumiarso mengatakan Kementerian Luar Negeri Finlandia telah memberikan dana hibah sebesar 4 juta euro dalam bentuk hibah untuk program kerjasama ini yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu tiga tahun 2011-2014.
“EEP ini terutama untuk biomassa di Indonesia dan sangat signifikan untuk pengembangan biomassa,”ujar dia sesuai acara Penandatanganan dengan Finlandia” (14/2).
Menurut Luluk, Provinsi Kalimantan Tengah dan Riau sebagai daerah geografis untuk impelementasi program ini dan akan dilaksanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) cq Direktorat Jenderal EBTKE.
Program EPP tersebut,kata Luluk, juga akan mendukung program yang direncanakan pemerintah Indonesia yaitu Clean Energy Initiative (REFF Burn). “Pada tahap pertama, program ini akan fokus pada pemanfaatan biomassa berbasis kayu dan limbah pertanian sebagai sumber energi terbarukan, program ini akan dimulai pada April 2011 dan proposal pertama akan dibuka Juli 2011″tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Bioenergi Maritje Hutapea menuturkan pelaksanaan dari proyek ini bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kalimantan Tengah dan Riau sebagai daerah yang dipilih oleh Finlandia.
Pemerintah daerah tersebut juga diberik kebebasan untuk bekerjasama dengan pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). “Nanti mereka verifikasi, kira-kira proyek apa yang sesuai, nanti mereka ajukan proposal ke sini , nanti dievaluasi, jadi belum tentu semuanya disetujui,”kata dia.
Maritje juga menjelaskan, dalam jangka waktu enam bulan pemda tersebut harus bisa mempersiapkan proposal dan diharapkan April nanti sudah dapat selesai proposal tersebut.
“Dalam enam bulan mereka harus siapkan proposal,”papar Maritje. Pemda setempat, lanjut dia, diberi kebebasan untuk memilih proyek yang cocok dan dapat mewakili kebutuhan energi masyarakat setempat.
Duta Besar Finlandia mengungkapkan, Finlandia sebelumnya telah memulai program-program serupa di negara-negara lain diantaranya Afrika Selatan dan Timur, wilayah Andean dan Mekong.”Program EPP ini disusun berdasarkan kesuksesan skema program serupa yang pada awalnya diimplementasikan di Amerika tengah,”jelasnya.
Kedepan, lebih jauh dia menuturkan, pihaknya akan melihat prospek kedepan di sektor kehutanan.
sumber : Greenmining Online
Punten kang, saya tanya kira-kira menurut akang. kenapa Finlandia memberikan dana hibah sebesar 4 juta euro kepada Indonesia ?!toh ga akan mungkin gt sebuah negara membuang cuma-cuma uangnya. tapi pasti ada kepentingan atau feedback dari pengembangan energi biomassa di Indonesia.
Hmmm klo menurut akang gmn?
ya menurut saya mungkin ada set bisnis yg mereka ambil dari pebisnis di Indonesia, secara disini kan sumber daya alam nya kaya banget so mereka ingin mendapatkan keuntungannya.
iya sih bener untuk apa yang akang bilang. lagi skripsi tentang judul diatas, tapi masih bingung luar biasa hehehehehe2 maaf jadi mengganggu ^_^
kiri-kira organisasi yang mengkritik kerjasama antara Finlandia dan Indonesia tersebut apa yaaa?!
sedikit pengetahuan, dimana menurut Kenneth Waltz dalam bukunya Theory of International Politics, mengenai penekanan terhadap pentingnya struktur terhadap perilaku negara, semua negara memiliki fungsi yang sama, namun negara-negara tersebut berbeda dalam kemampuan, sebagaimana tercermin dalam distribusi kekuasaan yang seringkali tidak seimbang dan sering berubah. Singkatnya, semua negara memiliki kesamaan tugas, tetapi tidak dalam kemampuan untuk menjalankannya. Perbedaannya terletak pada kapabilitas, bukan pada fungsi mereka (Waltz, 1979: 96). dan persoalan utama dalam penelitian ini sebagaimana Menurut Waltz “Manajemen masalah Internasional” dimana penilaian tertinggi adalah nilai-nilai keamanan nasional, kelangsungan hidup negara, stabilitas serta ketertiban internasional. dimana kepercayaannya ialah tidak ada kewajiban internasional dalam hal moral tetapi yang terjadi ialah terikat oleh kewajiban asas timbal balik (Waltz 1979; 194-210) atau apabila saya menerjemahkannya ialah tidak ada suatu kewajiban bagi sebuah negara dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional seperti; global warming, krisis kemanusiaan. Yang terjadi seperti apa yang dikatakan Waltz ialah kewajiban akan asas timbal balik.